Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Syarat Wajib Dan Sahnya Jumatan Serta Memperbaiki Bacaan Al-Fatihah

Kitab Sulukul Jadah yang ditulis Syaikh Nawawi Al-Jawi, syarat wajib Shalat Jumatan ada tujuh (sesuai madzhab Syafi'i). Yakni:


  1. Islam, 
  2. Baligh, 
  3. Berakal, 
  4. Laki-laki, 
  5. Merdeka (bukan budak), dan 
  6. Iqamah (menetap di suatu lokasi, walau hanya 4 hari, dan tidak terhitung bagian dari 40 orang yang menggugurkan Jumatan). Termasuk dalam kategori ini yakni santri mukim di pesantren, mahasiswa kos di sebelah kampus, karyawan perusahaan dan lainnya. 


Adapun syarat sahnya Shalat Jumat adalah:

  1. Masuk waktu Dhuhur (tidak sah kalau Dhuhur belum masuk, dan tidak ada prosedur qodlo' shalat Jumat setelah final).
  2. Khutbah dua kali (sebelum Jumatan diresmikan). Termasuk di dalamnya adalah rukun khutbah, yakni: a. Mengucap Alhamdulillah, b. Membaca sholawat terhadap Nabi Muhammad Saw, c. Wasiat taqwa, d. membaca ayat Al-Qur'an yang mampu dikenali di salah satu kedua khutbah, dan terakhir, e. Mendoakan orang-orang Islam.
  3. Dilaksanakan di suatu desa atau kota. Orang berkemah tidak ber-Jumatan, walau ia statusnya mustauthin (menetap sebagai pribumi setempat), kecuali erat dengan masjid. 
  4. Tidak boleh didahului atau bersama-sama dengan Jumatan di desa yang serupa, kecuali atas alasan banyaknya jama'ah, jauhnya jarak, atau susah dikumpulkan dalam satu masjid akhir perang atau permusuhan. Saat inilah, ta'addud (ganda) shalat Jumat dalam satu desa, diperolehkan meski tidak nash shorih (terperinci) dari Imam Syafi'i. 
  5. Harus dilaksanakan berjama'ah. Minimal di rakaat pertama Shalat Jumat (bukan di raka'at kedua). Dan seluruhnya mesti mun'akid (mempunyai syarat mengikat gugurnya kewajiban shalat Jumat). Santri mukim di pesantren contohnya, meski beliau wajib Jumatan, statusnya tidaklah mun'aqid
  6. Jumlah minimal jama'ah Jumat harus ada 40 orang (sesuai qaul jadid Imam Syafi'i), tergolong imam. Jumlah ini harus telah ada di rakaat pertama hingga salam final. Bila di tengah shalat ada satu orang yang batal, batal lah semua jama'ah Jum'at. Bila di tengah shalat imam kok batal, maka, shalat Jumat tetap sah ditunaikan secara munfarid dengan syarat: jumlah jama'ahnya melampaui 40 batas sekurang-kurangnyajama'ah. Bila kurang, shalat Jumatannya tidak sah. 
  7. Para makmum mesti terpelajar (mengetahui syarat rukun shalat). Bila Jumatan hanya didatangi 40 orang, dan salah satu diantaranya ada yang udik (ummi), maka, Jumatan tidak sah dikerjakan. Tidak sah pula bila khutbah dari khatib tidak diketahui oleh seluruh jamaah. Cukup satu orang yang paham khutbah, Jumatan jadi sah, sebagaimana keterangan di Kitab Nahjul Qowim.


Terdapat empat rincian keadaan yang menjadikan sah atau batalnya jamaah Jumatan bareng 40 orang yang menyanggupi syarat tepat (mukallaf, baligh, cerdik, pria, merdeka, dan iqamah):

 

  1. Sah: Bila mereka semua bisa membaca Fatihah dengan baik. 
  2. Sah: Bila semuanya bodoh (ummi), alias tidak mampu membaca Surat Al-Fatihah dengan baik. Hukum sah ini berlaku jika mereka semua telah mencar ilmu tetapi belum bisa secara fashih membaca Fatihah. Bila tidak semua Jama'ah 40 orang itu tidak berstatus ummi, artinya, salah satu diantaranya ada yang fasih, maka, Jumatan tidak sah. 
  3. Tidak sah [berdasarkan qaul mu'tamad]: Bila ada seorang ummi yang akan mencar ilmu (غير تقصير) namun belum mampu membaca fasih. 
  4. Tidak sah [tanpa khilaf]: Bila satu orang diantaranya ada yang ummi (tidak fasih ber-Fatihah) sebab tidak mau berguru (تقصير). Bila si ummi menjadi udik alasannya tidak memperoleh daerah mencar ilmu ngaji, baginya, Jumatan tetap dihukumi sah. Dalilnya: سيروا الى الله عرجا ومكاسير (berangkatlah kau sekalian menuju Allah meskipun dengan kondisi tertatih-tatih)


Agar bacaan Surat Al-Fatihah dalam Jumatan dihukumi sah, berikut ini rinciannya:

  1. Mengucapkan seluruh karakter Al-Fatihah (bila mampu). Jumlahnya, beserta seluruh 14 tasydidnya, ada 155 karakter. Basmalah bab dari Al-Fatihah. 
  2. Tidak mengganti aksara Al-Fatihah dengan karakter lain yang mampu mengubah makna ayat atau mengosongkan maknanya. Bila melaksanakan tabdil (mengganti) huruf atas bagian kesengajaan (متعمد), tahu itu salah (عالم), dan bisa mengucapkannya (قادر), shalatnya batal. Baik ibdalnya itu mengakibatkan makna ayat berubah ataupun tidak. 
  3. Tidak melenggokkan aksara dengan mengubah harokahnya atau sukunnya, seperti mengganti aksara "ذ" dalam kata "الذين" menjadi huruf "ز" sehingga menjadi al-lazina. Jika sengaja, shalatnya batal. Jika tidak tahu hukumnya haram, bacaannya lah yang batal, dan harus mengulang bacaan itu sampai benar. Jika ucapan itu dilafalkan sebab ketidakmampuan, shalatnya tetap sah, bacaaanya pun dihukumi sah, status imamnya -untuk sesama yang tidak bisa- juga sah, tetapi mesti wajib belajar.  
  4. Tidak menjeda bacaan. Bacaan mesti dibaca berturut-turut antar kalimat Surat Al-Fatihah. Bila dijeda alasannya nafas tesengal contohnya, tetap sah. Bila bacaan berhenti alasannya adalah mengucap hamdalah orang lain yang bersin, maka, caranya yaitu dengan mengulang bacaan yang terjeda itu, dan shalatnya tetap dihukumi sah. 
  5. Tertib membaca ayat. Artinya, tidak mendahulukan bacaan yang akhirkan, dan sebaliknya. 


Bila cara bacanya tidak mengubah makna, seperti karakter "ain" dalam robbul alamin diganti menjadi "nga" (robbil ngalamin), sebagaimana orang awam di Jawa, maka, shalat Jumatnya tetap sah. Dia tetap terhitung dalam 40 orang yang dihukumi mun'aqid kalau memenuhi syarat. [dutaislam.com/ab]


Post a Comment for "Syarat Wajib Dan Sahnya Jumatan Serta Memperbaiki Bacaan Al-Fatihah"